Masyarakat yang memiliki pola makan cepat
saji ala Barat diketahui beresiko tinggi menderita diabetes dan
meninggal karena penyakit jantung. Hal itu terlihat dari penelitian di
Singapura yang penduduknya terkenal memiliki gaya hidup bersih.
Pola makan western atau Barat itu antara lain mengasup burger, kentang goreng, atau pun steak. Dibandingkan dengan mereka yang mengasup makanan Asia, seperti mi atau dimsum, risiko orang yang mengadopsi pola makan western untuk terkena penyakit jantung tetap lebih tinggi.
Globalisasi menyebabkan makanan cepat saji ala Amerika tersebut dengan mudah ditemui di berbagai pelosk di Asia Tenggara dan Asia Timur.
“Banyak kebudayaan menerima pola makan Barat karena itu dianggap sebagai kemajuan sebuah ekonomi. Tetapi dari perspektif kesehatan hal itu menimbulkan beban,” kata Andrew Odegaard dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota yang melakukan penelitian di Singapura.
Penelitian yang dilakukan Odegaard melibatkan 60.000 orang keturunan China di Singapura. Para partisipan studi itu diwawancara pada pertengahan tahun 1990 saat mereka berusia 45-47 tahun, lalu diulang lagi 10 tahun kemudian.
Selama kurun waktu penelitian, 1.397 orang meninggal karena penyakit jantung dan 2.252 orang menderita diabetes melitus. Mereka yang mengasup makanan cepat saji ala Barat sekitar empat kali atau lebih dalam seminggu risiko kematiannya akibat penyakit jantung naik 80 persen.
Penelitian juga mengungkap, orang Singapura yang terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji itu berusia muda, berpendidikan, aktif secara fisik, dan kebanyakan tidak merokok, dibandingkan dengan mereka yang mengasup makanan tradisional.
Menurut analisa Odegaard, sebenarnya profil konsumen makanan cepat saji di Singapura dengan Amerika Serikat hampir sama. Tetapi orang Singapura memakan fastfood sebagai simbol status dan cara untuk masuk dalam budaya Amerika. Sedangkan orang Amerika memilih fastfood karena alasan kepraktisan dan harga yang murah.
Makanan cepat saji ala Barat pada umumnya tinggi kalori namun miskin nutrisi. Pola makan sepert itu menyebabkan kenaikan berat badan yang akan berdampak buruk bagi tekanan darah. Akibatnya orang menjadi rentan terhadap masalah hipertensi. Padahal, kegemukan dan hipertensi adalah penyumbang risiko menculnya penyakit jantung koroner.
Pola makan western atau Barat itu antara lain mengasup burger, kentang goreng, atau pun steak. Dibandingkan dengan mereka yang mengasup makanan Asia, seperti mi atau dimsum, risiko orang yang mengadopsi pola makan western untuk terkena penyakit jantung tetap lebih tinggi.
Globalisasi menyebabkan makanan cepat saji ala Amerika tersebut dengan mudah ditemui di berbagai pelosk di Asia Tenggara dan Asia Timur.
“Banyak kebudayaan menerima pola makan Barat karena itu dianggap sebagai kemajuan sebuah ekonomi. Tetapi dari perspektif kesehatan hal itu menimbulkan beban,” kata Andrew Odegaard dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota yang melakukan penelitian di Singapura.
Penelitian yang dilakukan Odegaard melibatkan 60.000 orang keturunan China di Singapura. Para partisipan studi itu diwawancara pada pertengahan tahun 1990 saat mereka berusia 45-47 tahun, lalu diulang lagi 10 tahun kemudian.
Selama kurun waktu penelitian, 1.397 orang meninggal karena penyakit jantung dan 2.252 orang menderita diabetes melitus. Mereka yang mengasup makanan cepat saji ala Barat sekitar empat kali atau lebih dalam seminggu risiko kematiannya akibat penyakit jantung naik 80 persen.
Penelitian juga mengungkap, orang Singapura yang terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji itu berusia muda, berpendidikan, aktif secara fisik, dan kebanyakan tidak merokok, dibandingkan dengan mereka yang mengasup makanan tradisional.
Menurut analisa Odegaard, sebenarnya profil konsumen makanan cepat saji di Singapura dengan Amerika Serikat hampir sama. Tetapi orang Singapura memakan fastfood sebagai simbol status dan cara untuk masuk dalam budaya Amerika. Sedangkan orang Amerika memilih fastfood karena alasan kepraktisan dan harga yang murah.
Makanan cepat saji ala Barat pada umumnya tinggi kalori namun miskin nutrisi. Pola makan sepert itu menyebabkan kenaikan berat badan yang akan berdampak buruk bagi tekanan darah. Akibatnya orang menjadi rentan terhadap masalah hipertensi. Padahal, kegemukan dan hipertensi adalah penyumbang risiko menculnya penyakit jantung koroner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar